Menurut kaum salafy, tabarruk dengan bekas orang shalih itu adalah syirik. Padahal setiap hari kita bertabarruk dengan makanan dan obat-obatan. Misalnya kita tahu bahwa habbatus sauda mengandung keberkahan, lalu kita bertabarruk dengan memakannya dengan harapan Allah memberi kita kesembuhan. Lalu apa bedanya dengan kita mengetahui bahwa orang shalih itu adalah orang yang diberkahi Allah, lalu kita bertabarruk dengan meminum air yang pernah disentuhnya? Jika perbuatan semacam ini dianggap syirik oleh salafiyyun, maka telah banyak shahabat-shahabat utama dan juga salafush shalih setelah mereka yang telah melakukan syirik. Inilah di antara para shahabat dan salafush shalih tersebut:
Hajjaj ibn Hassan berkata: “Kami berada di rumah Anas dan dia membawa cangkir Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dari suatu kantong hitam. Dia (Anas) menyuruh agar cangkir itu diisi air dan kami minum air dari situ dan menuangkan sedikit ke atas kepala kami dan juga ke muka kami dan mengirimkan solawat kepada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam.” [Hadits riwayat Ahmad, dan Ibn Katsir]
‘Asim berkata: “Aku melihat cangkir (Nabi) tersebut dan aku minum pula darinya.” [Hadits Riwayat Bukhari]
Ibn ‘Umar radiyAllahu ‘anhu sering memegang tempat duduk Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam di mimbar dan menempelkan wajahnya untuk barokah. [al-Mughni 3:559; al-Shifa' 2:54, Ibn Sa'd, Tabaqat 1:13]
Imam Muslim meriwayatkan bahwa ‘Abd Allah, budak yang telah dibebaskan dari Asma’ binti Abu Bakr, paman (pihak ibu) dari anaknya si ‘Atha’ (ibn ‘Atha’), berkata: “Asma’ mengutus ku ke Abdullah ibn ‘Umar untuk mengatakan. “Menurut berita yang sampai kepadaku bahwa kau melarang tiga hal: jubah yang bergaris-garis, kain sadel yang terbuat dari sutra merah, dan berpuasa penuh di bulan Rajab.” Abdullah berkata kepadaku. “Tentang apa yang kau katakan tentang puasa di bulan Rajab, bagaimana dengan orang yang berpuasa kontinyu? Dan tentang kain bergaris, aku pernah mendengar ‘Umar bin Khattab berkata bahwa dia mendengar Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam bersabda “Dia yang mengenakan pakaian sutra tidak memiliki bagian baginya di hari akhir.” dan aku takut garis-garis termasuk dalam larangan itu. Adapun tentang kain saddle merah, ini adalah kain sadel Abdullah dan warnanya merah.” Aku (’Abd Allah) kembali ke Asma’ dan memberitahunya tentang jawaban Ibn Umar, lalu dia berkata: “Ini adalah jubah Rasulullah, ” dan dia membawaku ke jubah yang terbuat dari kain Persia dengan kain leher dari kain brokat, dan lengannya juga dibordir dengan kain brokat, dan berkata “Ini adalah jubah Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam yang disimpan ‘Aisyah hingga wafatnya lalu aku menyimpannya. Nabi Allah sallAllahu ‘alayhi wasallam biasa memakainya, dan kami mencucinya untuk orang yang sakit hingga mereka dapat sembuh karenanya.” [Imam Muslim meriwayatkannya dalam bab pertama di kitab pakaian, Bab al-Libaas]
Imam Nawawi mengomentari hadits ini dalam Syarah Sahih Muslim, karya beliau, juz 37 bab 2, “Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang shalih dan pakaian mereka.”
Dalam Bukhari dan Muslim: Para shahabat berebut mendapatkan sisa air wudhu’ Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam untuk digunakan membasuh muka mereka.
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim berkata: “riwayat-riwayat ini merupakan bukti/hujjah untuk mencari barokah dari bekas-bekas para wali”
Nabi SAW biasa menggunakan air liurnya untuk menyembuhkan penyakit, air liur beliau dicampur dengan sedikit tanah, dan diikuti kata-kata: “Bismillah, tanah dari bumi kami ditambah dengan air liur dari orang-orang yaqin di antara kami akan menyembuhkan penyakit kami dengan izin Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Asma’ binti Abu Bakr (semoga Allah meridhai keduanya) bahwa dirinya ketika sedang mengandung Abdullah bin Zubair di Makkah mengatakan, “Aku keluar dan aku sempurna hamil 9 bulan, lalu aku datang ke Madinah, aku turun di Quba’ dan aku melahirkan di sana, lalu aku pun mendatangi Rasulullah Shallalloohu ‘alayhi wasallam, maka beliau SAW menaruh Abdullah bin Zubair di dalam kamarnya, lalu beliau SAW meminta kurma lalu mengunyahnya, kemudian beliau SAW memasukkan kurma yang sudah lumat itu ke dalam mulut Abdullah bin Zubair. Dan itu adalah makanan yang pertama kali masuk ke mulutnya melalui Rasulullah SAW, lalu beliau SAW pun mendo’akannya dan mendoakan keberkahan kepadanya.” [HR. Bukhori]
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy, “Anakku lahir, lalu aku membawa dan mendatangi Rasulullah SAW, lalu beliau SAW memberinya nama Ibrahim dan kemudian mentahniknya dengan kurma.” [HR. Muslim]
‘Usman ibn Abd Allah ibn Mawhab mengatakan: “Keluargaku mengirim diriku pergi ke Ummu Salama dengan secangkir air. Ummu Salama membawa keluar suatu botol perak yang berisi sehelai rambut Nabi SallAllahu ‘alayhi wasallam, dan biasanya jika seseorang memiliki penyakit mata atau kesehatannya terganggu, mereka mengirimkan secangkir air kepadanya (Ummu Salama) agar ia mengalirkan air itu lewat rambut tersebut (dan diminum). Kami biasa melihat ke botol perak itu dan berkata, ‘Aku melihat beberapa rambut kemerahan’”. [HR. Bukhari]
Hafiz Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, Vol. 10, hlm, 353, mengatakan:
“Mereka biasa menyebut botol perak tempat menyimpan rambut Nabi itu sebagai jiljalan dan botol itu disimpan di rumah Ummu Salama.”
Anas berkata, “Ketika Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam mencukur kepalanya (setelah hajj), Abu Talha adalah orang pertama yang mengambil rambutnya” [HR. Bukhari]
Anas juga berkata: “Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam melempar batu di al-Jamra, kemudian ber-qurban, dan menyuruh seorang tukang cukur untuk mencukur rambut beliau di bagian kanan lebih dulu, lalu memberikan rambut tersebut pada orang-orang” [HR. Muslim]
Dia berkata: “Talha adalah orang yang membagi-bagikannya”. [HR. Muslim, Tirmidhi, dan Abu Dawud]
Dia juga berkata: “Ketika Rasulullah mencukur rambut kepalanya di Mina, beliau SAW memberikan rambut beliau dari sisi kanan kepalanya, dan bersabda: Anas! Bawa ini ke Ummu Sulaym (ibunya). Ketika para shahabat radiyallahu ‘anhum ajma’in melihat apa yang Rasulullah SAW berikan pada kami, mereka berebut untuk mengambil rambut beliau SAW yang berasal dari sisi kiri kepala beliau SAW, dan setiap orang mendapat bagiannya masing-masing. [HR. Ahmad]
Diriwayatkan di dalam Tadzkiratul Huffazh dan Siyar A’lamun Nubala, ketika Imam Ahmad bin Hanbal wafat maka jenazahnya dishalatkan lebih dari 800.000 Muslimin-Muslimat dan ia pun pernah berwasiat pada putranya, “Jika aku wafat, aku menyimpan 3 helai rambut Rasulullah SAW. Letakkan 1 helai rambut dibibirku, yang 2 helai taruh di kedua mataku dan makamkan aku dengan itu.” Demikian cintanya Imam Ahmad bin Hanbal sehingga ia tidak ingin dikebumikan kecuali dengan terus mencium rambutnya Rasulullah SAW. Demikianlah Mahabbah, demikianlah cinta sang Imam kepada Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakr berkata: “Aku melihat Khalid ibn Walid meminta gombak (rambut bagian depan) Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, dan dia menerimanya. Dia biasa menaruhnya di atas matanya, dan kemudian menciumnya.” Diketahui bahwa kemudian dia menaruhnya di qalansuwa (tutup kepala yang dikelilingi turban) miliknya, dan selalu memenangkan perang. (riwayat Al-Waqidi di Maghazi dan Ibn Hajar di Isaba).
Ibn Abi Zayd al-Qayrawani meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata:
“Khalid ibn al-Walid memiliki sebuah qalansiyya yang berisi beberapa helai rambut Rasulullah SAW, dan itulah yang dipakainya pada perang Yarmuk.
Yahudi dan antek-anteknya tidak ingin ummat ini bangkit mencintai Nabi Muhamamd SAW. Yahudi dan antek-anteknya sangat takut jika ummat Islam ini bertabarruk dengan Nabi dan orang-orang shalih serta bertawassul dengan Nabi dan orang-orang shalih. Jika ummat ini sampai melakukannya dan meminta kemenangan, maka ummat ini akan menang. Maka jangan terkecoh dengan syubhat-syubhat yang disebarkan Yahudi melalui antek-anteknya.